Pekanbaru Dengan Segala Problematika Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Kekerasan pada perempuan dan anak di Kota Pekanbaru dari tahun 2017 hingga tahun 2018 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Pekanbaru, ada 74 kasus kekerasan pada perempuan dan anak sepanjang tahun 2017 di Kota Pekanbaru dan meningkat menjadi 108 kasus pada tahun 2018. Jadi, total kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Kota Pekanbaru tahun 2017 hingga 2018 sebanyak 182 kasus.  Data tersebut baru yang tercatat di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BPPPA) Kota Pekanbaru, belum lagi kasus-kasus kekerasan lain yang tidak dilaporkan dan tidak terdata.

Dikutip dari AntaraNews, Kepala Badan Perlindungan Anak dan Perempuan DPPPA Kota Pekanbaru Sarkawi Datuak Mangguang Kayo menyatakan bahwa benar kasus kekerasan pada perempuan dan anak naik cukup signifikan dari tahun 2017 hingga tahun 2018.

"Rekap kasus sepanjang tahun 2018 sebanyak 108 itu mengalami peningkatan cukup besar dibandingkan jenis kasus yang sama tahun 2017 yang hanya 74 kasus dan tahun 2016 sebanyak 63 kasus".

Pada Maret 2019 lalu, Kompas merilis sebuah berita berjudul "Bocah Korban Kekerasan di Pekanbaru Mengaku Disiksa Sejak Januari 2019", yang menggambarkan bagaimana R(11) disiksa habis-habisan oleh pengasuhnya JH alias Irwan (21) selama 2 bulan sejak Januari 2019. Korban mengalami beberapa bentuk kekerasan berupa dipukul dengan tangan, kayu, selang, bahkan tubuh ditempeli sendok besi yang sudah dipanaskan di kompor gas. Kasus kekerasan ini bahkan mengundang banyak kecaman dari warga net.

Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, korban R mengalami luka cukup parah diantaranya luka bakar,luka parah dibagian mata hingga dua tulang dada patah. Kasus ini menjadi salah satu bukti bahwa kekerasan pada anak sangat berbahaya dan dapat meninggalkan efek yang menyiksa bagi korbannya.

Kasus R masih merupakan salah satu dari berbagai kasus kekerasan lainnya yang terjadi di Kota Bertuah ini. Berikut merupakan tabel detail kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi padatahun 2017 hingga tahun 2018 di Kota Pekanbaru
Tepatnya ada 9 indikator yang dibahas dalam data yang tercatat di DPPPA tersebut, diantaranya yaitu : KDRT, Kekerasan berdasarkan gender, kekerasan terhadap anak, Penelantaran, pencabulan, kasus terhadap hak anak, kasus terhadap hak asuh anak, kasus anak-anak yang berhadapan dengan hukum, dan kenakalan anak. pada tahun 2017 terdapat 12 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kota Pekanbaru dan meningkat padda tahun 2018 yaitu sebanyak 17 kasus. Walaupun hanya berjarak 5 kasus, namun untuk ukuran kota 17 kasus KDRT sudah termasuk cukup mengkhawatirkan.

Ditambah lagi kasus yang tercatat di BPPPA Kota Pekanbaru belum keseluruhan yang terjadi. Masih ada lagi kasus-kasus lain yang tak tercatat di BPPPA. Sementara itu, untuk kekerasan terhadap anak pada 2018 meningkat dua kali lipat dari tahun tahun 2017. Jika pada tahun 2017 kekerasan pada anak tercatat 6 kasus kekerasan, pada tahun 2018 ada 12 kasus kekerasan yang dilakukan kepada anak-anak. Lebih banyak daripada kasus kekerasan berdasarkan gender, yang mana tahun 2017 ada 2 kasus dan 7 kasus pada tahun 2018.

Selain kasus kekerasan, anak-anak juga terlilit kasus penelantaran, hak anak dan kasus hak asuh anak. Pada tahun 2017 pelaggaran terhadap hak anak tercatat 2 kasus dan meningkat pesat pada tahun 2018 yaitu 17 kasus. Hak asuh anak sendiri mengalami penurunan pada tahun 2017 yaitu 14 kasus menjadi 4 kasus di tahun 2018.Selain kasus hak anak dan hak asuh anak, ada juga kasus penelantaran yang dilakukan kepada anak-anak. Tercatat 8 kasus yang terlapor pada tahun 2017 dan menurun menjadi 3 kasus pada 2018. Kasus terkait anak selanjutnya yaitu kasus anak berurusan dengan hukum pada tahun 2017 dan 2018 masing-masing 4 kasus. Terdapat juga kasus kenakalan anak yang mana pada tahun 2017 terdapat 5 kasus dan 2 kasus pada 2018.

Kasus yang paling tinggi persentasenya terdapat pada kasus pencabulan yang dialami anak-anak di Kota Pekanbaru. Pada tahun 2017 ada sebanyak 21 kasus pencabulan terhadap anak dan angka ini meningkat sangat signifikan pada tahun 2018 yaitu 42 kasus. Ini menggambarkan bahwa moral beberapa kalangan masyarakat tertentu masih rendah sehingga tega melakukan pencabulan pada anak yang masa depannya masih panjang.

Bilham Warmindi, seorang mahasiswa hukum Universitas Padjajaran menyampaikan kekhawatirannya akan tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Pekanbaru.
" perempuan dan anak-anak harusnya menjadi pihak yang dilindungi dan dijaga. Dalam diri mereka melekat harkat, martabat dan hak-hak yang harus dijunjung tinggi. Negarapun melindungi mereka, dibuktikan dengan berbagai perundang undangan baik yang bersifat umum maupun khusus. Jadi saya agak prihatin ya terhadap kekerasan yang  dilakukan terhadap perempuan dan anak-anak, apalagi yang melakukannya adalah orang yang seharusnya melindungi mereka. Negara saja mencoba untuk melindungi, kenapa orang-orang yang seharusnya melindungi malah melakukan sebaliknya ?"

Kekhawatiran yang sama disampaikan oleh Rifa Atul Mahmuda, Mahasiswa tingkat akhir jurusan kedokteran Universitas Andalas. Ia mengungkapkan bahwa dampak yang dirasakan korban bisa bersifat jangka panjang jika yang kena adalah psikis dan mentalnya.
" Sebenarnya tindak kekerasan sekecil atau sebesar apapun dapat mempengaruhi mental korban. dampak psikis inilah yang berbahaya, karena  secara psikis, korban kekerasan dapat merasakan stress, depresi dan trauma berkepanjangan. bukan berarti dampak fisik tidak terlalu berpengaruh lho ya, tapi fisik bisa disembuhkan dengan waktu yang tidak terlalu lama, sementara mental butuh waktu panjang untuk dapat menyembuhkannya. itupun belum tentu sembuh seutuhnya. "

Sumber : https://binged.it/2KCku0F

Melihat dampak yang ditimbulkan, sebenarnya apa yang menyebabkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak masih tinggi di Kota Pekanbaru ?
Kesadaran moral kalangan masyarakat tertentu yang masih sangat rendah bisa menjadi pemicu utama dari tindakan ini. Selain itu, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi. Seperti kemiskinan, hubungan sosial yang tak sehat baik itu dalam lingkup keluarga ataupun lingkungan bermasyarakat, dan rendahnya atau bahkan hilangnya nilai agama dalam diri seseorang. Jika seseorang memiliki nilai agama dalam dirinya, maka bisa dikatakan akan menjadi pengontrol masalah sosial yang berbasis kesadaran individu.

Lalu apa yang seharusnya kita lakukan perihal kekerasan terhadap perempuan dan anak ini ?
Untuk mencegah dan menghentikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini, dibutuhkan beberapa pendekatan. yaitu pendekatan individu dan pendekatan sosial. Pendekatan Individu seperti menanamkan nilai agama dan moral dalam diri pelaku ataupun orang lain sehingga kekerasan ini tak lagi terjadi dan mencegah kejadian yang sama terjadi. Serta pendekatan sosial yang membutuhkan kepedulian masyarakat untuk lebih peduli dan merangkul para korban kekerasan serta melaporkan jika kejadian kekerasan kepada pihak yang berwenang jika terlanjur terjadi. Dan bagi pelaku untuk dijerat hukuman yang berat dan setimpal sehingga kejadian serupa dapat diminimalisir. Teruslah membantu para pelaku untuk sadar dan berubah menjadi lebih baik.

Komentar

Postingan Populer